Mengapa saya tertarik untuk menulis tentang ilmu
logika yang lain yang berbeda dengan yang ‘standar’ sebagaimana yang
telah biasa orang baca melalui buku buku ‘textbook’ ?
Menyedihkan sebenarnya bahwa kebanyakan orang
mungkin lebih banyak mengenal ilmu logika tidak lebih dari sebagai ‘ilmu
menalar’ atau ilmu untuk berfikir secara tertib-beraturan sesuai
dengan kaidah-kaidah yang telah ditemukan serta telah ditata dan
ditetapkan sebagai rumus-rumus ilmu logika.
Bahkan yang mengherankan adalah bila dalam
Wikipedia Indonesia tertulis bahwa ‘logika lahir dari Yunani’,sehingga
saya penasaran ingin balik bertanya : bila ‘berlogika’ artinya adalah
‘berfikir dengan menggunakan logika akal’ maka sejak kapan manusia
menggunakan logika akal untuk berfikir apakah sejak kelahirannya di
Yinani ?
Sebab menurut saya manusia mulai berlogika sejak
Tuhan memberinya akal sehingga bila manusia pertama yaitu nabi Adam
telah diberi akal maka beliau adalah orang yang pertama tama berlogika
dan bukan orang Yunani,hanya para pemikir asal Yunani menemukan tekhnik
tekhnik tertentu yang mereka gunakan sebagai metodologi dalam berlogika
yang kemudian terkonsep secara resmi melalui tulisan, dan sejak itu
mulailah manusia secara resmi mengkonsep ‘ilmu logika’.(jadi beda
‘logika’ dengan ‘ilmu logika’ sebab ‘logika’ mengacu kepada ‘cara
berfikir akal’).sehingga keliru bila dikatakan ‘orang yang pertama
berlogika adalah orang Yunani’ sebab sejak manusia pertama diberi akal
maka otomatis ia mulai menggunakannya untuk ‘berlogika’,hanya istilah
‘logika’ memang berasal dari perbendaharaan bahasa Yunani.
Melalui tulisan ini saya juga ingin bertanya kepada
seluruh pemerhati ilmu logika diseluruh dunia yang tolong untuk dijawab
dengan kejujuran :
1.Mengapa manusia tidak menghubungkan ilmu logika
dan kebenaran yang ber asas logika dengan Tuhan (?) padahal Tuhan lah
yang memberi seluruh sarana dan prasarana bagi terciptanya ilmu
logika,tapi mengapa Tuhan seperti tersisih dari bahasan ilmu
logika,inilah yang membuat ilmu logika seperti tanpa essensi yang hakiki
sebab tanpa dihubungkan dengan Tuhan maka manusia tidak akan mengenal
akar-fundament bagi lahirnya ilmu logika dan kebenaran yang berdasar
logika
2.Mengapa manusia tidak menghubungkan ilmu logika
dengan prinsip dualisme yang Tuhan ciptakan sebagai konstruksi hukum
kehidupan ? padahal tanpa adanya prinsip dualisme itu mustahil ada akal
fikiran yang bisa berfikir secara dualistik
(sistematik-mekanistik-matematis),sebab bila akal ibarat kereta api
prinsip dualisme adalah rel ganda bagi akal sehingga akal bisa
berfikir,bayangkan bila Tuhan menciptakan segala suatu tidak secara
berpasangan maka kehidupan akan menjadi ganjil dan akal mustahil bisa
berfikir secara sistematik.
Tapi mengapa pada buku buku text book ilmu logika
prinsip dualisme-hukum kehidupan dualistik seperti tersisih dari bahasan
ilmu logika padahal itu adalah akar paling mendasar yang membuat cara
berfikir akal menjadi ada dan kemudian menjadi dasar bagi lahirnya ilmu
logika.
3.Sebab itu saya menyimpulkan bahwa bahasan tentang
ilmu logika yang tidak menyertakan Tuhan-prinsip dualisme-hukum
kehidupan dualistik sebagai landasan dasar bagi lahirnya ilmu logika
serta kebenaran yang berdasar logika maka ilmu logika seperti itu hanya
ilmu logika yang tidak mendasar - tidak utuh dan tidak menyeluruh sebab
hanya membahas ilmu logika sebatas ‘permukaan’.
Sehingga sebab itu semoga tulisan saya tentang ilmu
logika ini membuat orang mulai berfikir untuk menghubungkan ilmu
logika-kebenaran logis dengan Tuhan-prinsip dualism dan hukum kehidupan
dualistik.
Analoginya bila dihadapan kita hadir sebuah ‘kursi’
maka apakah nanti kita hanya akan berfikir tentang ‘tekhnik membuat
kursi’ ? padahal ada hal hal yang bersifat mendasar yang membuat kursi
itu menjadi ‘ada’ yaitu adanya : kehendak manusia -akal manusia-tangan
manusia serta kayu sebagai bahannya.
4.Saya menemukan penyelewengan istilah ‘rasional’
oleh kacamata sudut pandang materialist,mereka beranggapan bahwa
definisi ‘rasional’ atau ‘rasionalisme’ adalah suatu pandangan yang
harus berpijak pada bukti yang tertangkap mata secara langsung’,padahal
akal itu bukan hamba sahaya panca indera karena kedudukan akal lebih
tinggi ketimbang dunia indera lalu kenapa kemampuan wilayah jelajah akal
harus dikebiri oleh keterbatasan dunia indera ?
Dalam agama akal diberi keleluasaan untuk
menjelajah dunia abstrak-gaib sehingga rasionalitas dalam agama menjadi
berbeda dengan rasionalitas versi kacamata sudut pandang materialist
yang terbelenggu oleh keterbatasan dunia indera.
Masalah ini harus diusut secara tuntas agar agama
tidak lagi distigmakan seagai suatu yang ‘irrasional’ sebab hal itu
suatu yang sangat ironis sebab Tuhan menciptakan akal justru agar
manusia tidak menjadi hamba sahaya dunia inderanya sehingga ia bisa
menangkap rasionalitas secara keseluruhan termasuk didalamnya
rasionalitas dari dunia abstrak-gaib.
Artinya Tuhan ingin akal manusia itu digunakan
secara luas tanpa dibatasi oleh batasan dunia inderawi agar bisa
memikirkan keseluruhan realitas baik yang lahiriah maupun yang
abstrak-gaib sehingga manusia bisa menemukan konsep rasional yang
menyatu padukan kedua alam yang berbeda itu.
Sebagai contoh : adanya alam akhirat-pengadilan
Ilahi kemudian sorga-neraka semua adalah kebenaran rasional yang mudah
difahami oleh logika akal orang awam sekalipun pun sebab semua itu
berhubungan secara dialektis dengan realitas adanya kebaikan-kejahatan
didunia serta dengan realitas adanya hukum kehidupan yang meniscayakan
adanya akhirat sebagai pasangan dari dunia, adanya konsep sebab-akibat
yang ideal,sehingga bila semua yang disebut diatas tadi
(akhirat,sorga-neraka) tidak ada maka kehidupan otomatis akan menjadi
ganjil - tidak rasional,tapi mengapa semua konsep balasan akhirat itu
lantas dianggap ‘irrasional’ oleh ‘logika’ kacamata sudut pandang
materialist hanya karena berbicara tentang sesuatu yang tidak bisa
dibuktikan oleh bukti empirik yang langsung ? lalu dikemanakan
kredibilitas akal bila harus dikalahkan oleh dunia panca indera ?
Jadi sebenarnya luas mana rasionalitas versi Tuhan
dengan rasionalitas versi kacamata sudut pandang materialist ? (saya
meminta jawaban !)
4.Kemudian saya juga protes bila dalam buku
textbook pengantar filsafat selalu ditulis bahwa ‘filsafat adalah
bahasan yang bersifat rasional’ sebab faktanya adalah sama sekali tidak
demikian,sebab dalam filsafat faktanya ada konsep yang lahir dari jalan
fikiran yang rasional dan ada teori atau bentuk pemikiran spekulatif
yang sama sekali jauh dari rasional dan keduanya sama sekali tidak bisa
disama rata kan,sebab berbeda jauh antara kebenaran rasional hasil cara
berfikir akal yang lurus-tertata dengan kebenaran spekulatif hasil dari
pemikiran bebas spekulatif.
Jadi kita harus jujur tidak boleh menipu publik
awam terutama tentang fakta bahwasanya dalam dunia filsafat itu ada
jalan fikiran yang yang lurus-rasional dan ada yang spekulatif yang
bahkan jauh dari rasional,sebagai contoh pernyataan : ‘aku berfikir
karena itu aku ada’ apakah itu lahir dari jalan fikiran yang rasional ?
menurut saya itu adalah sebuah contoh bentuk pemikiran spekulatif yang
kebenarannya pun bersifat spekulatif.
Atau contoh nyata lain adalah : apakah filsafat
kontemporer ala post mo didalamnya adalah kumpulan fikiran fikiran yang
lurus-tertata sesuai asas asas berfikir rasionalistik atau cuma ajang
berfikir bebas spekulatif ?
6.logika dalam agama memang berbeda tujuan dengan
logika dalam filsafat,dalam agama fungsi akal termasuk didalamnya
berlogika ditujukan untuk menangkap konsep kebenaran Ilahi yang bersifat
rasional -bersesuaian dengan karakter cara berfikir akal yang
dualistik,berbeda dengan dalam filsafat dimana logika lebih ditujukan
kepada metodologi berfikir yang tertata secara sistematis serta mencari
bentuk kebenaran secara bebas yang akal fikiran manusia bisa
menjangkaunya tanpa dikonsep oleh suatu tujuan tertentu.
Saya meminta jawaban ……………………………artinya saya meminta ada fihak yang menjawab dengan kejujuran hati !
Demikianlah pembaca hati saya sedikit lega karena
saya telah mencurahkan apa yang telah bertahun tahun hinggap dalam
fikiran dan tersimpan terus didalam hati walau dengan bahasa yang sangat
sederhana sebab tujuan saya memang bukan untuk ber opini tapi untuk
mencari kebenaran ! dan kebenaran yang bersifat fundamental-mendasar itu
sejatinya terdapat pada uraian bahasa yang sederhana untuk difahami .
Dan terima kasih atas atensi rekan rekan atas tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar